Kubawa Rahasia Itu Sampai Kumati

Sebut saja Desti, seorang perempuan berwajah melankolis berkulit sedikit gelap namun bersih terawat. Desti bekerja di perusahaan minyak milik negara tetangga. Karena sibuk berkakrir, Desti melupakan kehidupan pribadinya sehingga 2011 ini Desti berumur 33 tahun namun ia nampak nyaman dengan kesendiriannya.

Sedangkan Erni adalah seorang perempuan berkulit putih berwajah oval dengan dagu yang runcing. Erni bersahabat dengan Desti sejak mereka bersama-sama sekolah di salah satu Akademi sekretaris di Jakarta. Erni sudah berkeluarga dan mempunyai dua orang anak perempuan.
Desti dan Erni adalah dua sahabat tak terpisahkan, setiap Jumat malam Erni menjemput Desti di kantornya dan mereka makan malam seraya saling menceritakan kehidupan mereka sambil bercengkerama.

Sedangkan suami Erni, Novan adalah seorang manager bank ternama di Indonesia. Ia sangat sibuk sehingga hanya meluangkan waktunya di akhir minggu untuk keluarga. Novan dan Erni sudah menikah selama 7 tahun.

“Desti, Bang Novan punya teman di kantor yang duda, besok aku kenalin ya,” tawar Erni ke Desti. Dengan terbahak Desti menjawab “ say, sudah berapa belas cowo yang lu kenalin ke gue, engga ada yang cocok.”  Erni sedikit memaksa, dan menjanjikan akan memasak kesukaan Desti, sehingga Desti tak kuasa menolaknya.

Sabtu siang di kediaman Erni nampak ada sedikit keramaian, ternyata Novan merayakan promosinya menjadi seorang general manager. Beberapa sahabat Novan hadir termasuk si duda keren yang akan diperkenalkan kepada Desti. Memang duda tersebut berwajah ganteng dan mempunyai postur setinggi 180 cm serta badan yang atletis. Duda tersebut bernama Dicky.

Singkat cerita, ternyata Dicky dan Desti saling cocok dan ingin melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Tentu saja Erni adalah salah satu orang tersibuk membantu Desti di acara pernikahan tersebut, ia menyediakan waktu sebanyak mungkin bagi Desti karena ia tak bekerja.
Enam bulan setelah pernikahan Desti dan Dicky, tersiar kabar di kuping Erni bahwa Dicky sedang sakit keras. Erni segara mencari tahu tentang berita tersebut, namun Dicky sudah pindah kantor, begitu juga Desti. Telepon seluler mereka tak aktif lagi. Erni menyesalkan mengapa Desti pindah tanpa memberi kabar kepadanya.

Hingga beberpa bulan kemudian telpon rumah Erni berdering dan terdengar suara tangisan Desti di seberang telepon. “ Bang Dicky sakit Er, sudah dua bulan ini Bang Dicky tak dapat bangun dari tempat tidur,” terang Desti. Maka tanpa menunggu aba-aba lagi Erni langsung melesat menuju kediaman Erni yang baru di daerah Kelapa Gading Jakarta.

Nampak sesosok laki-laki berwajah tua dan kuyu tergeletak di tempat tidur, wajahnya tirus dan dipenuhi cambang tak beraturan yang memenuhi wajahnya. Nyaris Erni tak dapat mengenalinya jika laki-laki tersebut tiba-tiba berkata pelan “Erni.” Suara itu sangat dikenalnya sebagai suara Dicky. Erni terhenyak di depan pintu, sedangkan Desti hanya diam menatap kelu.

“Saya sakit HIV, dan baru saya sadari setelah menikah dua bulan. Karena saya malu maka saya pindah kantor dan rumah untuk menghindari tatapan jijik teman kantor kepada saya”, ungkapnya. “Saya juga malu kepada keluarga, hingga saya menghilang dari seluruh sanak saudara. Desti juga berhenti kerja karena merawat saya. Kami mohon batuan keuangan Er”, ujarnya terbata-bata.

Erni hanya terdiam dipintu, tak ada keberanian dihatinya untuk masuk kamar dan bersalaman dengan Dicky. Ia hanya menatap lekat-lekat tubuh kuyu itu dan saat menoleh kearah Desti barulah disadarinya bahwa Desti juga nampak sangat tak terawat. Desti kelihatan sangat lelah dan wajahnya menjadi kelihatan tua. Wajah penuh kesedihan.

Desti  berkata “Mas Dicky, ceritakan saja secara jujur kepada Erni karena Erni berhak mengetahui seluruh ceritamu itu”.

“Ayolah mas, jangan menambah dosa lagi, ceitakan saja dari mulutmu”, Desti mulai berkata keras.

“Buat apa kau tutupi semua kebohonganmu, karena vonis dokter mengatakan usiamu tak akan lebih dari setahun lagi”, teriak Desti makin nyaring.
Dicky menghela nafas, menjawab perlahan “ Iya Des, aku sedang mengumpulkan kekuatan untuk mengatakannya kepada Erni”.

Erni hanya bingung menoleh kearah Dicky, sebentar kemudian menoleh kearah desti. Ia tak tahu harus berbuat apa melihat sahabat suaminya tergetak tak berdaya, dengan raut wajah sedih.

“Erni, saya mau minta maaf dan mohon Erni mendengarkan. Saya dan suamimu mempunyai hubungan khusus selama berbelas tahun. Saya dan novan sebenarnya adalah pasangan homo seksual, kami menikah karena kami dituntut oleh keluarga dan lingkungan, namun kami saling mencintai hingga Novan meninggalkan saya sejak ia tahu saya mengidap HIV”.

“Bohong!! Kamu pembohong besar, aku menikah selama 7 tahun bersama bang Novan dan sama sekali  tak menunjukkan perilaku homo seksual,” teriak Erni keras seraya menggelengkan kepalanya menguatkan pernyataan itu.

“Saya hanya ingin mengaku dan memohon ampunmu Er, saya sudah dalam kondisi sekarat, saya tak ingin berjuang lagi, saya ingin meninggal tanpa sebuah kebohongan menyertai nya”, isak Dicky.
“Desty, katakan bahwa suamimu bohong, katakan bahwa suamimu penipu,” emosi Erni makin tak terkendali.

Desty menunduk sambil meyeka airmatanya dan berujar pelan “justru aku yang menemukan bukti hubungan mereka Er, justru aku yang menyadarkan Mas Dicky untuk mengatakan sejujurnya padamu.”

Desti berdiri mengambil sebuah telepon seluler berwaran hitam, membukanya dan menunjukkan sms-sms jalinan percintaan antara Novan dan Dicky. Desti juga mengambil setumpuk foto lama yang menunjukkan hubungan homo seksual mereka sejak Dicky dan Novan kuliah.

Di sebuah foto, nampak Novan sedang mencumbu Dicky. Itu adalah foto-foto saat mereka berdua berlibur di pulau phuket Thailand setelah lulus kuliah. Kenyataan terpampang di depan mata Erni.

Erni memutuskan untuk tak memberitahukan kejadian tersebut kepada Novan suaminya. Ia memutuskan untuk tetap menjalani rumah tangganya bersama Novan dan anak-anaknya. Ia juga meminta janji Dicky dan Desti agar tak menceritakan rahasia pertemuan tersebut kepada Novan. Hingga akhirnya Dicky tiada.
»»  Baca Selengkapnya...

Aku Merindu

Hari ini..
Ingin ku tuliskan crita..
Tapi ku tak kuasa..
Menggerakkan pena yang telah tergenggam.
Hari ini ingin ku bangun duniaku..
Bersama sjuta warna indahmu..
Getir rindu ini tak mampu ku tahan.
Melambung menyelami samudra hati,,
Kau pergi dengan sjuta keindahan
Kau berlari dengan segenap lantunan tembang indah,,
Berlari menjauhi anganku
Pergi merontah dari khayalanku
Malam pekat bersama hitamnya langit,,
Menggumpalkan gelora rindu berbuih dendam…
Biarlah duniamu menjadi milikmu..\
Dan duniaku terbang bersama anganku..
Aku mencintaimu dengan mudah..
Hingga tak ada makna yang seindah cintaku,
Aku mencitaimu karena cinta,,
Bukan karena kau ada..
Biarlah aku disini..
Menanti angan yang tlah pergi..
Biarkan ku sendiri..
Menantimu yang tak mungkin kembali,,,
Aku disini karena inginku,
Tanpa paksaan
Tanpa dendam,
Dan tanpa khayalan
»»  Baca Selengkapnya...

Penantianku

Kesabaranku dalam memahami sikapmu
Meski harus tersakiti
Ku bangga karena ku miliki rasa ini untukmu
Hingga saatnya tiba kita akan mengerti …
Bahwa takkan ada yang abadi
Takkan ada yang bisa merubah takdir Tuhan
Tapi selama kita bisa menjaganya
Maka Tuhan pun kan menjaganya untuk kita …
Mungkin aku takkan tinggalkanmu
Tapi aku juga tak bisa tuk memaksamu
Percayalah aku kan baik-baik saja di sini
Karena aku masih di sini untukmu …
Kan ku nanti dirimu dalam asaku
Kan ku nanti dirimu dalam renungku
Dan aku selalu di sini untukmu
Menanti dirimu selamanya….
»»  Baca Selengkapnya...

Damai yang Kucari

Sendiri ku susuri liku hidup ini
Tanpa sandaran, tanpa arahan
Tersesat ku dalam labirin iblis
Terbelenggu rantai-rantai syahwat
Terhamba nafsu duniawi
Tak sadari masa tersia
Berkalang debu angkara
Tanpa secuil suci di dada
Gundah tunjukkan tajinya
Dalam hati terasa jengah
Ku tahu waktu hanya sekejap
Bagai anak panah terlesat
Hampir tiba akhir tujuannya
Terisak ku dalam hati
Tumpahkan sisa penyesalan
Tanggalkan mahkota keangkuhan
Lepaskan gelang kezaliman
Rubuhkan kokohnya dinding egoisme
‘Tuk kecap manis rahmatMu
‘Tuk sejenak rasai damai
Tersujud di hadapanMu
Diam dalam hening masa
Sunyi menguar di sela tangis
Air mata menetes di puncak keharuan
Akan datangnya hari perjanjian
Dan tampak secercah cahaya di ujung kabut
Dengan tertatih coba ku raih
Ku lihat diriMu berlari sambut aku
Dalam senyuman
Dan ku rasakan
Damai. . . .
[Indra Airlangga]
»»  Baca Selengkapnya...